Pandangan
Islam Tentang Tuhan, Alam dan Manusia
PENDAHULUAN
Islam sebagai suatu
tatanan beragama yang membahas tentang hubungan dengan Tuhan, Alam dan Manusia
memiliki sudut pandang yang sangat sempurnya, realistis dan dapat diterima oleh
siapapun. Pandangan Islam tentang tuhan menggambarkan bagaimana keagungan sang
pencipta, adanya keagungan itu menambah manusia semakin beriman kepadaNya,
semakin mengagungkanNya dan semakin mendekatkan diri kepadanya. Manusia nampak
kecil jika dibandingkan dengan Allah yang menciptakan jagad raya ini.
Alam semesta diciptakan
untuk manusia, untuk dipelajari dan ditakhlukan, terlebih manusia sebagai khalifah fil ardh untuk mengelola salah
satu bagian dari alam semesta yaitu bumi, dengan mempelajari bumi dan apa saja
yang ada di sekitarnya maka rahasia kebesaran Allah akan semakin terungkap.
Al Quran sudah
jauh-jauh hari memberitahukan manusia bahwa terdapat bermacam kebesaran Allah
dalam setiap penciptaannya, baik dalam penciptaan manusia, hewan tumbuhan dan
semua yang ada di antara langit dan bumi, alam semesta yang begitu luas dan
komplek dengan tatanan yang teratur dan rapi tanpa ada cacat sedikitpun.
Penciptaan alam sebag.ai sarana dan prasarana bagi manusia untuk beribadah
kepada Tuhan yang telah menciptakan alam dan bumi ini dengan penuh keteraturan.
Inilah yang akan
dibahas dalam makalah ini, bagaimana Islam memandang Tuhan, Alam dan Manuisa.
PEMBAHASAN
A.
Pandangan Islam Tentang Tuhan
Istilah
Tuhan mengalami berbagai bentuk sebutan terminology yang berbeda-beda. Ada yang
menyebut God, Yang Maha Kuasa, Murbaning Damudi,Sah Yang Widi dan lain
sebagainya, merupakan bentuk ekspresi symbol budaya yang berbeda pula. Berbagai
macam sebutan yang berbeda itu juga
menunjukkan adanya cara pandang terhadap suatu kekuatan gaib, yang sering kali
juga menimbulkan aspek perilaku keberagamaan manusia yang berbeda. Dalam
konteks Islam, istilah Tuhan dipahami sebagai Allah, yang berasal dari bahasa
Arab. Siapakah Allah? Dan bagaimana wujudnya? Menjadi pertanyaan dengan
landasan aqli yang ujung jawabannya tidak ada batas akhirnya. Dalam dalil naqli
pun tidak ditemukan adanya kejelasan tentang wujud nyata yang sebenarnya. Dzat
Tuhan dan assal-usul-Nya menjadi misteri yang belum dapat dipecahkan dengan
logika spekulatif maupun logika pragmatis.[1]
Ketika
Tuhan disebut-sebut dalam konteks pemikiran Isalam, kata itu bisa dipahami dari
dua sudut pandang. Kita bisa memandang Tuhan sebagai Dia dala diri-Nya sendiri,
dimana kita mengesampingkan kosmos, yakni segala sesuatu selain Tuhan. Ditlikdari
sudut pandang ini, hampir semua pemikir muslim berkesimpulan bahwa Tuhan, tidak
bisa diketahui, Dia tidak bisa dipahami. Ini mengantar kita pada perspektif
keterbandingan Tuhan. Jika kita menyebut-nyebut kosmos dalam nada yang sama
dengan Tuhan, maka kita pasti mempertimbangkan sejumlah hubungan yang terjalain
antara Tuhan dan kosmos, hubungn ini diungkapkan secara verbal oleh nama-nama
illahi. Dalam hal ini, kita bisa mengatakan bahwa Tuhan sama sekali berbeda
dari segenap makhluk-Nya yang dengan demikian, sekali lagi menegaskan keterbandingan-Nya.
Atau, kita bisa juga mengatakan bahwa ada keserupaan tertentu yang bisa
diamati. Atau, kita bisa mengambil kedua posisi itu sekaligus.[2]
Berbicara
tentang Tuhan di dalam Islam jauh berbeda dengna agama lain, Islam mampu
mengupas tuntas tentang Konsep ketuhanan, Hakikat, Esensi, Ketakterbandingan
dan keserupaan, nama-nama tuhan.
1. Konsep
Tuhan dalam Islam
Konsep
Tuhan merupakan konsep yang mendasar bagi setiap agama. Dari konsep Tuhan
inilah, kemudian dijabarkan konsep-konsep lain dalam agama, baik konsep tentang
manusia, konsep tentang kenabian, konsep tentang wahyu, konsep tentang alam,
dan sebagainya. Karena itu, setiap berbicara tentang ”agama”, maka mau tidak
mau, yang pertama kali perlu dipahami adalah konsep Tuhannya.[3]
Sebagaimana
konsep Islamic worldview yang
ditandai dengan karakteristiknya yang otentik dan final, maka konsep Islam
tentang Tuhan, menurut Prof. Naquib al-Attas juga bersifat otentik dan final.
Itu disebabkan, konsep Tuhan dalam Islam, dirumuskan berdasarkan wahyu dalam
al-Quran yang juga bersifat otentik dan final. Konsep Tuhan dalam Islam
memiliki sifat yang khas yang tidak sama dengan konsepsi Tuhan dalam
agama-agama lain, konsep tuhan dalam islam adalah Allah yang maha Esa, syahadat
“Laa ilaaha illaallah” yang berarti
tidak ada sesembahan kecuali Allah. Konsep
inilah yang membedakan dengan agama-agama lain di bumi ini, islam dalam
kitabnya mengatakan langsung bahwa tuhan yang berhak untuk diagungkan disembah
itu hanyalah Allah saja, yang berarti meniadakan tuhan-tuhan selain Allah.
Tuhan, dalam
Islam, dikenal dengan nama Allah. Lafaz 'Allah' (ﷲﺍ) Dibaca dengan bacaan yang
tertentu. Kata "Allah" tidak boleh diucapkan sembarangan, tetapiharus
sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw, sebagaimana
bacaan-bacaanayat-ayat dalam al-Quran. Dengan adanya ilmul qiraat yang berdasarkan pada sanad – yang sampai
pada Rasulullah saw – maka kaum Muslimin tidak menghadapimasalah dalam
penyebutan nama Tuhan. Umat Islam juga tidak berbeda pendapattentang nama
Tuhan, bahwa nama Tuhan yang sebenarnya ialah Allah. Dengan demikian, nama
Tuhan, yakni "Allah" juga bersifat otentik dan final, karena menemukan
sandaran yang kuat, dari sanad mutawatir yang sampai kepadaRasulullah saw. Umat
Islam tidak melakukan 'spekulasi filosofis' untuk menyebutnama Allah, karena
nama itu sudah dikenalkan langsung oleh Allah SWT – melaluial-Quran, dan
diajarkan langsung cara melafalkannya oleh Nabi Muhammad saw.[4]
Dalam konsepsi
Islam, Allah adalah nama diri (proper name) dari Dzat YangMaha Kuasa, yang
memiliki nama dan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat Allah dan nama-nama-Nya pun
sudah dijelaskan dalam al-Quran, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada
terjadinya spekulasi akal dalam masalah ini. Tuhan orang Islam adalah jelas,
yakni Allah, yang Satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dantidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan Dia.[5] Ibn
Katsir dalam Tafsir-nya menulis bahwa ‘Allah’ adalah ‘al-ismu al-a’dhamu’. Allah juga merupakan nama yang khusus dan
tidak ada sesuatu pun yang memiliki nama itu selain Allah Rabbul ‘Alamin. Bahkan, sejumlah ulama seperti Imam Syafii,
al-Khithabi, Imam Haramain,Imam Ghazali, dan sebagainya menyatakan, bahwa lafaz
Allah adalah isim jamid, dantidak memiliki akar kata. Menurut para ulama ini,
kata Allah bukan ‘musytaq’(turunan
dari kata asal). Dan syahadat Islam pun begitu jelas: " La ilaha illallah, Muhammadur
Rasulullah" Tidak ada
tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah". Syahadat Islam ini
juga bersifat final dan tidak mengalami perubahan sejak zaman Rasulullah saw
sampai Hari Kiamat. Kaum Muslim di seluruh dunia dengan latar
belakang budaya dan bahasa yang berbeda
juga menyebut dan mengucapkan namaAllah dengan cara yang sama. Karena
itu, umat Islam praktis tidak mengalami perbedaan yang mendasar dalam masalah
konsep 'Tuhan'. [6]
2. Hakekat
Tuhan
Keberadaan Tuhan
berada dalam persepsi sesuai dengan yang dipersepsikan. Dalam setiap agama
diajarkan tentang Tuhan sebagai suatu prinsip dasar ajaran agama. Apakah
masing-masing agama mempunyai tuhan sendiri-sendiri. Dengan demikian, jika
masing-masing agama punya Tuhan sebagaimana banyaknya agama-agama terjadi
benturan antar Tuhan yang dipersepsikan terjadi adu argument antar Tuhan yang
paling benar. Islam member isyarat bahwa jika di dunia ini ada banyak Tuhan
pasti akan terjadi kerusakan di bumi dan di langit yang diakibatkan peperangan
antar pemuja-pemuja Tuhan yang dipersepsikan penganut agama.[7] Al
Quran surat al-Anbiya’ ayat 22; Sekiranya
ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah
rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy dari pada apa yang
mereka sifatkan.[8]
Tuhan adalah zat
yang menentukan tujuan dan membuat alam ini beredar dan beredar kea rah tujuan
tertentu, Alam sendiri tidak bdapat menentukan tujuan tersebut. Yang
menentukannya haruslah suatu at yang lebih tinggi dari alam itu sendiri, yakni
Allah.
Oleh Karena itu
tidak ada hidup dan kehidupan di luar Tuhan serta tidak ada ruang dan waktu di
luar Tuhan, hidup dan kehidupan pada hakikatnya hanya ada dalam Tuhan. Demikian
halnya ruang dan waktu hanya ada dalam ruang dan waktu Tuhan. Tidak ada bukti
dan tidak ada satu pun fakta yang menunjukkan keterlibatan manusia dalam
menciptakan bumi, menata bintang-bintang dan mengatur peredaran bulan dan
matahari. Akan tetapi, sebaliknya bahwa manusia sepenuhnya kehidupannya
tergantung pada bumi serta berada dalam tata ruang langit dan bumi serta hidup
yang terbatas pada peredaran bulan dan matahari. Dalam bahasa agama manusia
hidup dalam kubangan Tuhan, datang dan akan kembali kepada-Nya.[9]
Surat al Baqarah ayat 155
Orang-orang
yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucap “Sesungguhnya kami milik Allah
dan akan kembali kepada Allah”[10]
3. Esensi
Tuhan
Tuhan tidak bisa
dikenal dan diketahui oleh manusia secara indrawi, kenyataan bahwa Tuhan tidak
bisa dikenal dan diketahui berasal dari penegasan dasar tawhid:”Tidak ada yang hakiki selain Zat Maha Hakiki”. Karena Tuhan
secara mutlak dan tak terbatas bener-benar Zat maha Hakiki. Realitas Ilahi
berada jauh di luar pemahaman realitas makhluk. Zat Maha mutlak tidak bisa
dicakup oleh yang relatif.[11]
Karena Tuhan
tidak bisa diketahui oleh siappapun, maka nabi Muhammad melarang oarng-orang
beriman untuk memikirkan tuhan. Ia bersabda: “Berpikirlah tentang ciptaan Tuhan
dan jangan berpikir tentang Zat Tuhan”. Zat Tuhan tidak mempunyai nama, karena
Zat itu bukanlah lokus efek dan bukan pula diketahui oleh siapa pun. Tidak ada
nama yang menunjukkan yang terlepas dari hubungan dan bukan pula dengan
pengukuhan. Nama-nama hanya untuk mengetahui Zat Tuhan dilarang bagi siapa pun
selain Allah karena tidak ada yang mengetahui Allah kecuali allah sendiri.[12]
Jika demikian,
bagaimana mungkin kita dapat mengetahui, mendekati, dan mencintai Tuhan yang
tidak diketahui. Bagaimana mungkin Tuhan yang sama sekali berbeda dengan alam
dan manusia dapat hadir dalam alam dan manusia. Tetapi Tuhan bisa dicintai
bukan dipikirkan. Dengan cinta tuhan dapat dihampiri dan dipegang akan tetapi
tidak bisa dipikirkan. Tuhan bukan untuk dipikirkan dengan akal akan tetapi
untuk dicintai dan dirasakan dengan kalbu. Karena indera dan intelektual manusia
tidak mampu mencapai Tuhan.[13]
Semua hamba yang
percaya kepada Tuhan tentu saja ingin mencintai Tuhan. Cinta hamba kepada tuhan
pasti akan dibalas. Tuhan mencintai hamba yang mencintai-Nya. Jika hamba
mencintai Tuhan, ia harus mengikuti Tuhan dan panutan yang diutus-nya. Cinta
vertical antara hamba dan Tuhannya tidak akan terwujud jika tidak disertai
dengan cinta horizontal antra sang hamba dan sesamanya.[14]
B.
Pandangan Islam tentang Alam
Alam
diciptakan Tuhan hakekatnya adalah untuk menjadi sarana dan prasarana manusia
untuk mencapai tujuan akhir. Manusia, dalam al Quran adalah makhluk yang
dipercaya Tuhan sebagai pemegang hak pengelola (khalifah) alam. Sarana ala mini
dipergunakan manusia untuk mengasah dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Bersamaan diciptakannya alam,manusia dapat belajar dari fenomena alam sehingga
memunculkan berbagai macam nama-nama alam (sains). Tuhan menciptakan alam
mempunyai peran dan tujuan sebagai tanda kebesaran kekuasaan-Nya. Hal ini untuk
menunjukkan bahwa alam mempunyai peran petunjuk adanya Tuhan.
1. Penciptaan
Alam
Proses
penciptaan alam oleh Tuhan dapat ditemukan dalam ayat-ayat al-Quran walaupun
tidak ditemukan secara berurutan, namun disajikan dalam riwayat yang saling
sambung-menyambung yang berada dalam beberapa tempat dalam al-Quran yang
menunjukkan aspek-aspek tertentu penciptaan dan memberikan perincian mengenai
kejadian-kejadian secara berurutan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan gambaran
tentang penciptaan alam semesta berurutan kita harus mengumpulkan dari berbagai
surat yang terpisah dalam beberapa ayat.
Pengabaran
tentang penciptaan alam ini menunjukkan bahwa Allah ingin memperlihatkan
kebesaran-Nya. Allah memberikan isyarat ilmu pengetahuan yang luar biasa besar
dan manusia diperintahkan untuk mengembangkannya. Dan penciptaan alam ini hanya
untuk waktu sementara saja dan setiap kali Tuhan menciptakan sesuatu yang
bersifat sementara, Dia menciptakannya secara berpasangan, sebagai dua benda yang
dikaitkan satu sama lain, atau berlawanan satu sama lain. Begitu juga Dia
cipakan sifat-sifat dari makhluk-makhlukny-Nya dengan cara yang saling
berkaitan atau berlawanan satu sama lain sehingga mereka tidak akan dengan
sifat-sifat Pencipta. Keesaan dan ketunggalan-Nya menjadi termanifestasi di
hadapan makhluk-makhluk-Nya; keagungannya tanpa kehinaan, kekuasaan-Nya tanpa
ketidak mampuan, kekuatan-Nya tanpa kelemahan, pengetahuan-Nya tanpa kebodohan,
kehidupan-Nya tanpa kematian, kegembiraan-Nya tanpa kesedihan, penghidupan-Nya
tanpa pemusnahan.
Al Quran surat
ke 21 ayat 30 yang artinya: "Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi
itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan daripada air, Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup, maka mengapakah mereka tiada juga beriman?"
Dalam surat 41
ayat 11, kita dapatkan sebagai ayat berikut artinya: "Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan dia (langit itu
masih merupakan) asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: Datanglah
kamu keduanya menurut perintah Ku dengan suka hati atau terpaksa. Keduanya
menjawab: Kami datang dengan suka hati."
Surat as-Sajadah
ayat 5, “Dia mengatur urusan dari langit
ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya
adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Tiga ayat di
atas memberi gambaran bagaimana Allah mengabarkan kepada manusia tentang
penciptaan langit dan alam semesta ini. Sebagai wujud kebesaran-Nya dan ketunggalanya
sebagai yang maha segalanya.
2. Alam
sebagai isyarat Ilmu
Islam mengajak manusia untuk menggunakan
kemampuan akalnya dalam menyikapi berbagai kejadian alamiah dialam semesta. Apabila
kita mengarahkan pandangan ke lingkungan di sekeliling kita,niscaya kita
menemukan berbagai fenomina yang membuktikan keberadaan sang Pencipta. Islam
menantang seluruh manusia untuk memikirkan itu semua hingga mereka dapat
menerima kebenaran tentang keberadaan Sang Khaliq.
Seolah
tak pernah berhenti kita menemukan hukum yang memperlihatkan adanya suatu
keteraturan dialam semesta ini. Kemudian kita memanfaatkan hukum-hukum tersebut
itu untuk memuaskan kebutuhan kita. Namun demikian,tidak sedikit orang keliru
memahami siapa sesungguhnya yang menetapkan hukum tersebut. Apakah hukum-hukum
itu yang menciptakan alam semesta,ataukah alam semesta yang menciptakan
keteraturan tersebut?
Islam
melalui al Quran menjelaskan bagaimana keteraturan alam semesta ini yang terus
mengembang, dan manusia diperintahkan untuk membaca tanda-tanda itu,
sebagaimana sebuah ayat yang menjelaskan tentang bagaimana, langt dibentangkan
dan ditinggikan, serta penciptaan manusia.
Selain
itu, Islam juga member isyarat ilmu pengetahuan bahwasanya manusia mampu
menembus langit dan bumi, lagit dan bumi mampu ditempus dengan kekuatan (ilmu),
Surat ar-Rahman ayat 33: “Wahai sekalian
Jin dan Manusia sesungguhnya kamu kalian mampu untuk menembus langit dan bumi,
tetapi ingat kalian tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan
(ilmu)”.Dalam perjalanannya manusia terus mengembangkan ilmu,dengan
berbagai macam riset dan ditemukanlah bermacam-macam teori sehingga dari situ
manusia membuat pesawat yang mampu membwa keluar bumi, sebagaimana janji Allah
hal itu terjadi, dan benar manusia pertama kalinya mampu menginjakkan kakinya
di bulan.
Penciptaan
unta, sebagaimana Allah perintahkan untuk memmperhatikannya,
Surat
al-Ghaasiyah ayat 17: "Maka apakah
mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan."
Jika
kita amati bagaimana unta diciptakan, kita akan menyaksikan bahwa setiap bagian
terkecil darinya adalah keajaiban penciptaan. Yang sangat dibutuhkan pada
kondisi panas membakar di gurun adalah minum, tapi sulit untuk menemukan air di
sini. Menemukan sesuatu yang dapat dimakan di hamparan pasir tak bertepi juga
tampak mustahil. Jadi, binatang yang hidup di sini harus mampu menahan lapar
dan haus, dan unta telah diciptakan dengan kemampuan ini.
Unta
dapat bertahan hidup hingga delapan hari pada suhu lima puluh derajat tanpa
makan atau minum. Ketika unta yang mampu berjalan tanpa minum dalam waktu lama
ini menemukan sumber air, ia akan menyimpannya. Unta mampu meminum air sebanyak
sepertiga berat badannya dalam waktu sepuluh menit. Ini berarti seratus tiga
puluh liter dalam sekali minum; dan tempat penyimpanannya adalah punuk unta.
Sekitar empat puluh kilogram lemak tersimpan di sini. Hal ini menjadikan unta
mampu berjalan berhari-hari di gurun pasir tanpa makan apapun.
Kebanyakan
makanan di gurun pasir adalah kering dan berduri. Namun sistem pencernaan pada
unta telah diciptakan sesuai dengan kondisi yang sulit ini. Gigi dan mulut
binatang ini telah dirancang untuk memungkinkannya memakan duri tajam dengan
mudah.
Perutnya
memiliki disain khusus tersendiri sehingga cukup kuat untuk mencerna hampir
semua tumbuhan di gurun pasir. Angin gurun yang muncul tiba-tiba biasanya
menjadi pertanda kedatangan badai pasir. Butiran pasir menyesakkan nafas dan
membutakan mata. Tapi, Allah telah menciptakan sistem perlindungan khusus pada
unta sehingga ia mampu bertahan terhadap kondisi sulit ini. Kelopak mata unta
melindungi matanya dari dari debu dan butiran pasir. Namun, kelopak mata ini
juga transparan atau tembus cahaya, sehingga unta tetap dapat melihat meskipun
dengan mata tertutup. Bulu matanya yang panjang dan tebal khusus diciptakan
untuk mencegah masuknya debu ke dalam mata. Terdapat pula disain khusus pada
hidung unta. Ketika badai pasir menerpa, ia menutup hidungnya dengan penutup
khusus.
Salah
satu bahaya terbesar bagi kendaraan yang berjalan di gurun pasir adalah
terperosok ke dalam pasir. Tapi ini tidak terjadi pada unta, sekalipun ia
membawa muatan seberat ratusan kilogram, karena kakinya diciptakan khusus untuk
berjalan di atas pasir. Telapak kaki yang lebar menahannya dari tenggelam ke
dalam pasir, dan berfungsi seperti pada sepatu salju. Kaki yang panjang
menjauhkan tubuhnya dari permukaan pasir yang panas membakar di bawahnya. Tubuh
unta tertutupi oleh rambut lebat dan tebal. Ini melindunginya dari sengatan
sinar matahari dan suhu padang pasir yang dingin membeku setelah matahari
terbenam. Beberapa bagian tubuhnya tertutupi sejumlah lapisan kulit pelindung
yang tebal. Lapisan-lapisan tebal ini ditempatkan di bagian-bagian tertentu
yang bersentuhan dengan permukaan tanah saat ia duduk di pasir yang amat panas.
Ini mencegah kulit unta agar tidak terbakar. Lapisan tebal kulit ini tidaklah
tumbuh dan terbentuk perlahan-lahan; tapi unta memang terlahir demikian. Disain
khusus ini memperlihatkan kesempurnaan penciptaan unta.Inilah ketika islam
berbicara tentang alam semesta dan penciptaannya.
C.
Pandangan Islam tentang Manusia
Manusia
adalah salah satu makhluk yang paling sempurna di dalam penciptaannya (fii ahsani taqwim), memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia
diberikan akal dan nafsu yang akan menentukan perjalanan hidup di dunia, akal
untuk membedakan mana yang benar dan yang salah dan nafsu keinginan untuk
berbuat baik dan jahat. Terlebih manusia diciptakan dengan maksud beribadah
kepada Allah. Dan bertugas sebagai khalifahj di muka bumi ini. Dan manusia
sebagai objek kajian yang sangat misterius, khususnya aspek-aspek internal yang
abstrak menyangkut psikis dan spiritual.[15]
1. Penciptaan
manusia menurut agama
Keterangan asal
usul manusia dalam pandangan ajaran Islam tentunya tidak lepas dari wahyu yang
terekam dalam al-Quran dan al-Hadis. Informasi yang didapatkan dalam al-Quran
bahwa proses penciptaan manusia mengalami beberapa tahap. Yang pertama tahap pensabdaan (ucapan penciptaan) sebagai
proses produksi manusia, dan yang kedua adalah proses reproduksi manusia.
Pertama
Proses produksi, Dalam proses ini manusia terlebih dahulu Allah menawarkan
kepada makhluk yang terlebih dahulu ada yaitu malaikat dan syaitan, ketika
Allah hendak menciptakan makhluk yang bernama manusia untuk dijadikan khalifah
di muka bumi[16],
dalam ayat menunjukkan bahwa Adam adalah manusia yang pertama diciptakan,
proses penciptaan Adam diawali dengan sabda Tuhan dengan kekuatan
penciptaan dengn sabda “Jadilah maka jadi”.[17]
Dalam al-Quran
tidak ada keterangan secara detail penciptaan manusia yang bernama Adam dengan
cara enetik atau proses reproduksi manusia seperti lazimnya kita ketahui
sekarang. Keterangan ini menunjukkan adanya kekuasaan tuhan di luar kemampuan
manusia dan makhluk-Nya. Sifat Qadar dan Iradah Tuhan menjadikan kemampuan yang
Maha di atas Segala yang Maha.[18]
Perlu diingat
sebelum Allah menciptakan Adam,Allah sudah menyiapkan sarana dan prasarana yang
akan diperlukan Adam. Yaitu langit dan bumi beserta isinya. Yang kemudian
manusia diperintahkan menjadi “khalifah” untuk mengatur, mengelola dan menjaga
alam. Fungsi dan peran lain dari manusia adalah untuk menciptakan sains
berdasarkan fenomena alam. Ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi dan
kapasitas individu yang tidak dimiliki makhluk lain.
Kedua
Proses reproduksi, dalam proses ini dapat dipahami sebagai proses penciptaan
ulang manusia setelah Adam, setelah Tuhan menciptakan Adam Ia menciptakan
manusia yang bernama Hawa yang berjenis perempuan sebagai pasangannya. Hawa
mempunyai peran sebagai pendamping Adam dan juga menjadi sarana untuk
menempatkan benih manusia dari Adam ke Hawa. Dari sinilah kemudianadanya
manusia yang direproduksi secara turun temurun. Al-Quran sesungguhnya
memberikan keterangan reproduksi manusia yang sangat mengesankan, dengan
catatan mapu memahami dan menterjemahkan secara ilmiah, inilah satu-satunya
kitab suci agama yang menjelaskan proses reproduksi manusia secara ilmiah. Dari
air mani (nutfah) yng menempel (‘alaqah) kemudian menjadi daging (mudqah), kemudian menjadi tulang
belulang yang dibungkus dengan daging (lahm)
dan pada tahap ini mulai dibentuk sesuai dengan perkembangan selanjutnya.[19]
2. Manusia
Untuk Beribadah Kepada Tuhan
Tugas hidup
manusia adalah beribadah, melaksanakan ibadah, mengabdikan diri jiwa dan raga
semata-mata hanya kepada Allah[20] “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.[21]
Ibadah dalam arti luas ialah setiap
sikap, pandangan, ucapan dan perbuatan yang betitik tolak ikhlas dan bertujuan
vertical mencari keridhaan Allah, dan bertujuan horizontal untuk kebahagiaan
dunia dan akherat disamping itu juga untuk menjadi rahmat bagi segenap manusia
dan seluruh alam semesta disekelilingnya.[22]
Manusia memiliki
potensi (daya kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
Seperti dijelaskan dalam al-Qur’a:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”, [23]
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”, [23]
Dengan pengakuan
pada ayat diatas itu, sesungguhnya sejak awal, dari tempat asanya manusia telah
mengakui Tuhan, telah bertuhan, berketuhanan. Pengakuan dari penyaksian bahwa
Allah adalah Tuhan Ruh yang ditiupkan kedalam rahim wanita yang sedang
mengandung manusia itu berarti manusia mengakui pula kekuasaan Allah.
3. Manusia
sebgai Khalifah
Fungsi asasi
manusia adalah khalifah (wakil atau
deputy) Allah di atas alam ini untuk menerjemahkan, menjabarkan dan membumikan
(merealisasikan, mengimplementasikan, mengaplikasikan dan mengaktualisasikan)
siafat-sifat Allah yang serba Maha itu dalam batas-batas kamanusiaan (dalam
batas kemampuan manusia) dalam persada dataran kenyataan.[24]
Manusia
dijadikan khalifah karena memiliki berberapa potensi, menurut agama dan sains
sama-sama mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang unik. Secara fisik
(jasmani) dan kejiwaan (rukhani) yang sama-sama mengakui bahwa manusia adalah
makhluk yang paling sempurna dan kompleks. Perbedaannya adalah agama mengakui
adanya kekuatan yang menghidupkan manusia yaitu ruh, sedangkan sains belum
dapat menjelaskan adanya dimensi ruh, bahkan tidak mempercayainya karena ruh
tidak dapat dijelaskan secara fisik.[25]
Manusia
mempunyai akal dan isnting yang dengannya berbagai ilmu pengetahuan lahir deng
melihat sesuatu yang nyata disukung beberapa ajaran agama, yang menjadikan
manusia memang pantas untuk mengatur dan mengelola serta menjada bumi dan ala
mini. Kahlifah fiil Ardh maksudnya
manusia diberi kewenangan oleh Allah mengatur apa yang ada disekitarnya.
PENUTUP
Islam terbukti memang
agama yang sangat luas dan detail pembahasanya, Islam membahas segala aspek
kehidpan. Ketika islam membahas tentang Tuhan maka nilai kebesaran tuhanlah
yang dimunculkan, dengan maksud bahwa manusia akan semakin beriman dan tunduk
patuh kepada-Nya. Ketika islam berbicara tentang alam semesta menunjukkan
bagaimana rahasia Allah tentang penciptaan-penciptaan apa yang ada di langit
dan di bumi dan apa yang ada diantara keduanya, serta ketika Islam berbicara
tentang manusia maka manusia diperintahkan untuk belajar dan memahami apa yang
ada di sekitarnya. Sehingga nampaklah bahwa manusia sesungguhnya mahluk yang
lemah dan kecil, dengan menyadari hal itu dimaksudkan manusia semakin
mengagungkan sang penciptnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
A’la Maududi,Prinsip-prinsip Islam,Riyadh.1976
Adian
Husaini,Makalah Pandang Islam Tentang
Tuhan
Ahmad
Ali Riyadi,Filsafat Pendidikan Islam,Yogyakarta:Teras,2010.
Amin Abdullah,Dinamika Islam Kultur:Pemetaan Atas Wacana Keislaman Kontemporer,Bandung:Mizan,2000.
Endang
Saifudin Anshari,Reformulasi filsafat
Pendidikan Islam,Semarang:Pustaka
Pelajar&IAIN Walisongo,1996.
Djamaludin
Darwis,Reformulasi Filsafat Pendidikan
Islam,Semarang: Pustaka Pelajar&IAIN Walisongo,1996.
F.John
Haugh, Perjumpaan Sains dan Agama,Dari Konflik ke Dialog,Penerj.Ahmad
Baiquni, Bandung: Mizan, 2004.
Hasan
Hanafi,Dari Akidah ke Revolusi,Jakarta:
Paramadina,2003.
Moeslim
Abdurrahman,Islam Transformatif,Jakarta:
Pustaka Firdaus,1995.
Omar
Muhammad Al-Thoumy,Falsafah pendidikan
Islam,Jakarta:Bulan Bintang,1979.
Sachiko
Murata,The Tao Of Islam, Bandung:Mizan,1998,Cet.VI.
M.Quraish
Shihab,Membumikan Al Quaran,Bandung:Mizan,2007.
[1] Ahmad Ali Riyadi,Filsafat Pendidikan Islam,Penerbit
Teras, Yogyakarta, 2010.hal.125
[2] Sachiko Murata,The Tao Of Islam, terjemahan, penerbit
Mizan,Bandung, 1998.Ccet VI.hal.79
[3] Adian Husaini, Konsep Tuhan Dalam Islam, makalah.hal.3
[4] Adian Husaini,makalah Konsep Tuhan dalam Islam,hal.4
[5] al Quran surat al Ikhlas (112)
[6] Adian Husaini diambil dari
makalah Konsep Tuhan dalam Islam,hal.4
[7] Ahmad Ali Riyadi,Filsafat Pendidikan Islam
[8] Lihat al Quran surat al-Anbiya’
ayat 22
[9] Ibid,hal.135
[10] Lihat Surat al Baqarah ayat 155
[11] Sachiko Murata,The Tao Of Islam,hal.80
[12] Ahmad Ali Riyadi,Filsafat Pendidikan Islam,hal.139
[13] Ibid,hal.141
[14] Ibid,hal.141
[15] Djamaludin Darwis,Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam,
Pustaka Pelajar&IAIN Walisongo,
Semarang,1996,hal.99
[16] Lihat Surat al-Baqarah ayat 30
[17] Lihat Surat Yaasin ayat 82
[18] Ahmad Ali Riyad,Filsafat Pendidikan Islam,hal.158
[19] Lihat Surat al-mukminun ayat 14
[20] Endang Saefudin
Anshari,Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam,hal.93
[21] Lihat surat adz-Dzariat
[22] Ibid,hal.93
[23] Lihat Surat al-A’raf ayat 172
[24] Cop.it,hal.94
[25] Ahmad Ali Riyadi,Filsafat
Pendidikan Islam,hal.171
Tidak ada komentar:
Posting Komentar