Kebijakan Publikasi Karya Tulis Ilmiah
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara besar yang di bangun oleh
semangat besar para pejuang dalam memerdekakan Indonesia dari tangan penjajah.
Semangat kemerdekaan menuahkan hasil untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
kesejahteraan sosial. Dalam rangka mencerdaskan bangsa Indonesia membangun
sekolah-sekolah dari sabang sampai merauke, dari tingkat pendidikan dasar
samapai dengan pendidikan tinggi.
Indonesia melalui pendidikan tingi telah mampu
mencetak para sarjana, master dan doktor yang jumlahnya jutaan. Hasil ini cukup
menggembirakan karena sejalan dengan semangat kemerdekaan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Maju tidaknya suatu bangsa bisa dilihat dari tingkat
pendidikannya. Selain itu banyak juga para pelajar Indonesia yang melanjutkan
studinya ke luar negeri, di kampus-kampus yang mempunyai peringkat di Dunia.
Bahkan tidak sedikit yang kemudian menetap dan bekerja di Negara tempat mereka
belajar, ada juga yang kemudian menjadi guru besar dan mengajar di tempat
mereka dulu belajar. Ini menunjukkan bahwa pelajar Indonesia sebenarnya mampu
beringsaing dengan negara-negara maju di dunia.
Indonesia sudah bisa dikatakan negara yang
memperhatikan pendidikan warganya, terlihat banyaknya sarjana yang di cetak,
dan tidak sedikit juga yang kemudian berkarya di luar negeri, meskipun masih
banyak juga rakyat Indonesia yang belum bisa merasakan pendidikan tinggi. Akan
tetapi ketika melihat sedikitnya hasil karya lulusan perguruan tinggi baik
sarjana maupun master dalam hal tulis-menulis maka Indonesia masih dikatakan
cukup rendah, hal ini terlihat sedikitnya jurnal ilmiaah yang dimiliki oleh
lembaga pendidikan tinggiIndonesia, Mendiknas menyebutkan penulisan jurnal
ilmiah hanya sekitar 7% dari jumlah jurnal ilmiah yang ada di Malaysia,
apadahal di awal kemerdekaannya Malaysia banyak mengimpor tenaga pendidik dari
Indonesia.
Sedikitnya juranal ilmiah yang ada menunjukkan bahwa
para pelajar Indonesia masih kurang dalam hal tulis menulis, melihat hal
tersebut Kemendiknas mengeluarkan Surat Edaran bernomor 152/E/T/2012 kepada
seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia baik Negeri maupun Swasta yang berisikan
kewajiban menulis karya tulis ilmiah yang dimuat dalam jurnal ilmiah sebagai
suatu syarat kelulusan mahasiswa s1, s2 dan s3.[1]
Niat yang baik ini bertujuan agar mahasiswa Indonesia terbiasa menulis sebuah
karya tulis ilmiah. Suatu kebijakan pasti akan mengalami pro dan kontra,
sehingga tidak sedikit pula perguruan tinggi yang belum siap menjalankan SE
dari Mendiknas tersebut, tidak sedikit pula pengamat pendidikan yang juga
menanggapi SE dari Mendikanas tersebut dengan menyebutkan dampak positif dan negatif
yang mungkin terjadi ketika Perguruan Tinggi dan mahasiswa diwajibkan menulis
karya tulis ilmiah dalam jurnal.
Inilah yang akan penulis bahas dalam makalah ini
yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah, jurnal ilmiah, Surat Edaran nomor
152/E/T/2012 Ditjen Dikti kemendniknas 27 Januari 2012, pro dan kontra tentang
SE mendiknas serta dampak positif dan negatif dari SE tersebut.
B. PEMBAHASAN
1. Karya
Tulis Ilmiah
Karya tulis ilmiah merupakan perwujudan kegiatan
ilmiah yang dikomunikasikan lewat bahasa tulisan. Karya tulis ilmiah adalah
karangan atau karya tulis yang menyajikan fakta dan pembahasan permasalahan ditulis
dengan menggunakan metode penulisan yang baku,
Pembahasan dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan
data yang didapat dari suatu penelitian.[2]
Selain itu karya tulis ilmiah dapat juga disebut dengan laporan hasil
penelitian. Laporan hasil penelitian ditulis sesuai dengan tujuan laporan
tersebut dibuat atau ditujuan untuk keperluan yang dibutuhkan. Laporan hasil
penelitian dapat ditulis dalam dua macam, yaitu sebagai dokumentasi dan sebagai
publikasi. Adapun karya tulis ilmiah merupakan publikasi hasil penelitian.[3]
Dengan demikian format yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini ditentukan
oleh isi penelitian yang menggambarkan metode atau sistematika penelitian.
Karya tulis ilmiah yang berupa hasil penelitian ini
dapat dibedakan berdasarkan sasaran yang dituju oleh penulis. Karya tulis
ilmiah untuk kepentingan masyarakat akademik berupa skripsi, tesis, dan
disertasi. Karya tulis ilmiah untuk kepentingan masyarakat akademik bersifat
teknis, berisi apa yang diteliti secara lengkap, mengapa hal itu diteliti, cara
melakukan penelitian, hasil-hasil yang diperoleh, dan kesimpulan penelitian.
Isinya disajikan secara lugas dan objektif. Karya tulis ilmiah untuk
kepentingan masyarakat umum biasanya disajikan dalam bentuk artikel.
Dari berbagai macam bentuk karya tulis ilmiah, karya
tulis ilmiah memiliki persyaratan khusus. Persyaratan karya tulis ilmiah
adalah:
1. Karya
tulis ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan
aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya
tulis ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur dan tidak bersifat
terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulis ilmiah yakni
mencantukan rujukan dan kutipan yang jelas.
3. Karya
tulis ilmiah disusun secara sistematis setiap langkah direncanakan secara
terkendali, konseptual dan prosedural.
4. Karya
tulis ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang
indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5. Karya
tulis ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian
berdasarkan suatu hipotesis
6. Karya
tulis ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing
pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi
fakta, serta tidak bersifat ambisius dan berprasangka, penyajian tidak boleh
bersifat emotif.[4]
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam menulis karya
ilmiah memerlukan persiapan yang dapat dibantu dengan menyusun kerangka
tulisan. Di samping itu, karya tulis ilmiah harus menaati format yang berlaku.
Ketika mahasiswa menulis skripsi pada dasarnya mereka sedang menulis karya
ilmiah.
2. Jurnal
Ilmiah
a. Pengertian
Jurnal Ilmiah
Jurnal adalah terbitan berkala yang berbentuk
pamflet berseri berisi bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan . Bila
dikaitkan dengan kata ilmiah di belakang kata jurnal dapat terbitan berarti
berkala yang berbentuk pamflet yang berisi bahan ilmiah yang sangat diminati
orang saat diterbitkan. (Buku Pegangan Gaya Penulisan, penyunting dan
penerbitan Karya Ilmiah Pegangan Gaya Penulisan, Penyunting dan Penerbitan
Karya Ilmiah Indonesia, karya Mien A. Rifai, Gajah Mada Uneversity, 1995,
h.57-95).[5] jurnal
ilmiah adalah terbitan berkala yang berisi kajian-kajian ilmiah yang spesifik
dan dalam bidang tertentu.
b. Akreditasi
Jurnal Ilmiah
Suatu jurnal ilmiah bisa diajukan kepada direktorat
pendidikan tinggi untuk mendapatkan Akreditasi jurnal dengan memenuhi
syarat-syarat penilaian jurnal.
Jurnal ilmiah yang diajukan untuk memperoleh
Akreditasi, yaitu jurnal yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Jurnal
yang telah terbit minimal selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, terhitung
mundur mulai tanggal terakreditasi.
b. Frekwensi
penerbitan jurnal ilmiah minimal dua kali dalam satu tahun secara teratur. Bagi
jurnal yang hanya sekali terbit dalam mengajukan akreditasi, harus mengajukan
alasan-alasannya.
c. Jumlah
tiras setiap kali penerbitan minimal 300 eksemplar.
d. Diterbitkan
oleh Pengurus Perguruan Tinggi dibawah naungan Depdiknas, Himpunan Profesi dan
Intansi Terkait.[6]
Jurnal ilmiah berkala yang dinilai oleh Komisi
Pengembengan Penerbitan Ilmiah diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu
terakreditasi dengan nialai A atau dengan angka (80-100), terakreditasi dengan
angka B atau dengan angka (70-79), dan terakreditasi dengan nilai C atau denfan
angka (60-69). Jurnal ilmiah telah mendapatkan akreditasi, masa berlakunya
selama 3 tahun.
Penilaian terhadap bobot jurnal Karya ilmiah,
didasarkan pada beberapa kriteria dan pembobotan komponen-komponen dengan skor
tertinggi masing-masing, yaitu : Nama berskala skor tetinggi(5), Kelembagaan
penerbit (5), Penyunting (30), Kemantapan penampilan (10), Gaya penulisan (10),
Substansi (25), Keberkalaan (12), dan Kewajiban pasca terbit (3). Dari kreteria
tersebut, bobot yang paling tinggi mendapatkan skernya adalah pada criteria
Penyunting (30) dan Substansi (25). Dua criteria itulah yang sangat dominant,
disamping criteria lainnya untuk menentukan sebuah jurnal ilmiah dapat memenuhi
kwalifikasi sebagai jurnal yang berkwalitas dan mendapat akreditasi dari Komosi
Pengembangan Penerbitan Ilmiah.[7]
c. Pendaftaran
Jurnal Ilmiah dan ISSN
Untuk mendaftarkan sebuah jurnal dan mendapatkan
ISSN, lembaga penelitian atau pun perguruan tinggi harus melewati beberapa
proses, yaitu:
a. Membawa
surat permohonan tertulis dari penerbit bahwa terbitan berkala;Membawa dua
eksemplar terbitan pertama, atau dua lembar fotokopi halaman sampul depan bila
jurnal tersebut belum diterbitkan;
b. Menyertakan
dua lembar fotokopi halaman daftar isi;
c. Menyertakan
dua lembar fotokopi halaman dewan redaksi;
d. Melampirkan
data bibliografi lengkap yang mencakup keterangan mengenai frekuensi terbit,
tahun pertama terbit, bahasa yang digunakan, dan lain sebagainya.
Masing-masing ISSN dikenakan biaya administrasi
sebesar Rp 200 ribu. Registrasi bisa dilakukan langsung di PDII LIPI, atau
mendaftar secara online melalui http://issn.pdii.lipi.go.id. Adapun,
persyaratan serta bukti transfer biaya ISSN melalui surat atau fax.
ISSN adalah kode yang dipakai secara internasional
untuk terbitan berkala, dan diberikan oleh
International Serial Data System (ISDS) yang berkedudukan di Paris,
Perancis. Dengan mendapatkan ISSN, akan memudahkan untuk mengidentifikasi
beberapa terbitan yang memiliki judul sama karena satu ISSN hanya diberikan
untuk satu judul terbitan berkala. ISSN juga mempermudah pengelolaan
administrasi dalam hal pemesanan terbitan berkala. Sebab, pemesanan cukup hanya
menyebutkan ISSN dari terbitan berkala itu.
"Bagi jurnal ilmiah yang terbit di Indonesia,
ISSN merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi,"[8]
Dari pengertian diatas suatu jurnal ilmiah yang baik
adalah jurnal yang sudah terakreditasi oleh diktis, dan jurnal yang berkualitas
memiliki akreditas A serta ber ISSN.
3. Surat
Edararan Ditjen Dikti Nomor 152/E/T/2012
Surat edaran dari Direktorat jendral Pendidikan
Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional yang dikelurkan pada tanggal 27 Januari
2012 dengan nomor surat 152/E/T/2012 berisi tentang persyaratan kelulusan bagi
mahasiswa untuk Strata satu dengan ketentuan menghasilkan makalah yang
diterbitkan di jurnal ilmiah, Strata Dua pada jurnal ilmiah nasional yang
terakreditasi Dikti dan Strata Tiga pada jurnal internasional, dan syarat ini
mulai berlaku untuk kelulusan setelah Agustus 2012.[9]
Kebijakan ini diambil berdasarkan minimnya publikasi tulisan penelitian ilmiah
yang sesuai standar akademik. dan apabila dibandingkan dengan jurnal-jurnal
negara Malaysia jurnal yang ada di Indonesia hanya sekitar 7% dari total jurnal
ilmiah yang dimiliki Malaysia. Selain itu kebijakan ini bertujuan meningkatkan
kualitas Sumber daya Manusia terutama para akademisi dalam hal tulis-menulis.
4. Pro
kontra SE Ditjen Dikti Nomor 152/E/T/2012
Adanya Surat
Edaran yang dialamatkan kepada seluruh kampus yang ada di Indonesia baik Negeri
maupun Swasta yang berkaitan dengan kewajiaban menerbitkan karya tulis ilmiah
dalam jurnal mengalami Pro dan Kontra.
Para pendukung
kebijakan ini mempunyai beberapa alasan terkait dengan hal ini.
Djoko Santoso mengatakan
bahwa “kebijakan ini merupakan “revolusi” ke arah kebaikan dan dalam rangka
mengubah Indonesia yang saat ini berbudaya tutur ke budaya tulis. Karena
mahasiswa merupakan insan akademik (ilmiah), sehingga dituntut bisa menulis
karya untuk bisa dimuat di jurnal ilmiah”.[10]
Pengamat
Pendidikan AA Gde Oka Wisnu Murti mengatakan “Kebijakan ini sangat baik sangat
baik bagi mahasiswa karena akan membangun budaya menulis dan masyarakat menjadi
tahu produk-produk akademis yang dihasilkanmahasiswa. “namun harus diingat,
biaya penerbitan jurnal itu mahal”[11]
Ki Supriyoko
mengatakan “Beberapa PTS di Yogyakarta juga berhasil menerbitkan aneka jurnal
ilmiah. Dalam skala nasional beberapa PTN dan PTS di Indonesia juga telah mampu
menerbitkan aneka jurnal; masalahnya adalah rutinitas penerbitannya yang kurang
terjaga dikarenakan berbagai alasan. Jadi, sebenarnya jurnal ilmiah itu mudah
sehingga keinginan Kemdikbud tentang pemuatan makalah di jurnal ilmiah sebagai
persyaratan lulus sarjana, magister dan/atau doktor perlu didukung untuk
mencerdaskan bangsa dan mengilmiahkan pola berpikir masyarakat akademis kita.”[12]
Rektor Universitas
Nasional (Unas) El Amry Bermawi Putera mengatakan, “Sampai hari ini pihaknya
belum menerima surat edaran tersebut. Namun demikian, berdasarkan informasi
yang diunduh melalui internet, dirinya mengaku mendukung ketentuan tersebut
dengan catatan adanya insentif lebih dari Kemdikbud. Ia mengungkapkan,
diwajibkannya mahasiswa mempublikasikan makalah dalam jurnal ilmiah akan
berdampak baik bagi pembangunan semangat dan produktivitas mahasiswa dalam
membaca, menulis, dan melakukan penelitian. Akan tetapi, menurutnya, waktu yang
diberikan oleh Kemdikbud dirasa sangat tergesa. Mengingat, kata dia, aturan
tersebut berlaku untuk mahasiswa lulusan setelah Agustus 2012. Selain itu,
Jurnal online yang disiapkan pemerintah belum jelas definisinya. Mestinya, ada bantuan
agar perguruan tinggi bisa menciptakan jurnal ilmiah atau pun fasilitas untuk
mendukung jurnal online.”[13]
Muhammad Nuh
mengatakan “Output universitas itu ada dua yakni orang dan karya ilmiah, karena
itu jurnal ilmiah itu merupakan bentuk pertanggungjawaban universitas kepada
masyarakat, sekaligus akan mengangkat nama universitas itu bila karya ilmiah
yang dituliskan dipublikasikan pada jurnal 'online', artikel yang ditulis dan
dipublikasikan akan mendorong penulisnya untuk serius dan hasilnya pun berkualitas,
karena penulisnya tidak ingin malu di hadapan temannya dan orang lain yang
membaca artikelnya secara "online".
Publikasi karya ilmiah itu juga akan mewujudkan terjadinya dialektika
ilmiah, karena artikel mana yang belum pernah ditulis dan artikel yang sudah
pernah ditulis, akan menjadi bahan pembicaraan guna menghindari pengulangan dan
mempercepat perkembangan iptek,"[14]
Alasan lain yang
juga penting adalah publikasi karya ilmiah akan dapat mengangkat nama
universitas yang bersangkutan, sehingga peringkat universitas yang sering
mempublikasikan karya ilmiah pun akan cepat naik.
Adapun para
penolak kebijakan ini mengungkapkan beragam alasan keberatannya penerbitan
karya tulis ilmiah dalam jurnal ilmiah, bahkan jumlah yang menolak kebijakan
ini relatif banyak, melalui Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi)
menyatakan sebanyak 3.150 Perguruan tinggi Swasta (PTS) menolak untuk mentaati
kebajiban mahasiswa Strata Satu (S1) untuk membuat karya ilmiah sebagai syarat
kelulusan.[15]
Sekjen Aptisi
Suyatno mengatakan “PTS mempunyai kewenangan menolak karena kelulusan
mahasiswanya ditentukan sendiri oleh pengelola kampus karena ada otonomi
kampus. “sejak zaman Malik Fajar (Mendikbud) kami boleh meluluskan mahasiswa
sendiri tanpa ada persetujuan dari Kemendikbud. Lagi pula buat apa dipaksakan,
kalau dipaksakan malah mereka akan membuat karya ilmiah asal-asalan”, bila
perlu Kemendiknas harus menunda kebijakan tersebut sesudah ada perbaikan sistem
dan dukungan peralatan. Pasalnaya ratusan jurnal ilmiah yang dikirim tidak akan
mudah tertampung dalam sistem jurnal ilmiah dengan bandwith dan akses yang ada
saat ini. Apalagi infrastruktur di kampus berbeda satu sama lain”.[16]
Edy Sunandi
Hamid menilai persyaratan itu patut mendapatkan apresiasi,tapi tidak realistis,
persyaratan itu tidak membumi, karena tidak sesuai dengan daya dukung jurnal di
tanah air. Seandainya dari 3.000 perguruan tinggi negeri dan swasta di tanah
air setiap tahun melulus kan 750.000 calon sarjana, harus ada puluhan ribu
jurnal ilmiah di negeri ini, andai Indonesia saat ini ada 2.000 jurnal dan
setiap jurnal terbit setahun dua kali dengan setiap terbit mempublikasikan lima
artike, setiap tahun hanya bisa memuat 20.000 tulisan calon sarjana, dan masih
kurang 730.000 tulisan yang belum di muat”.[17]
Trianto safari
mengatakan “Kenyataan mendasar kenapa mahasiswa kesusahan menulis karya ilmiah
karena rendahnya kemampuan mahasiswa s1 dalam meramu dan menuliskan
pemikirannya dalam bentuk makalah, bahkan dalam proses penulisan skripsi, kebanyakan
mahasiswa hanya sedikit memiliki kemampuan menulis dengan baik, kesadaran akan
ketidak mampuan ini menyebabkan banyak mahasiswa menyuruh orang atau
menyerahkan penulisan skripsi kepada biro jasa skripsi, terlebih untuk
mahasiswa yang berduit mereka lebih baik membayar jutaan rupiah untuk tugas
akhir skripsi.”[18]
Dari beberapa
pernyataan Pro dan kontra diatas dapat kita analisis bahwa sebenarnya kebijakan
ini memperoleh dukungan hampir dari setiap kalangan baik dari mahasiswa, dosen
dan pengamat pendidikan apabila esensi dari kebijakan ini untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia, mendorong untuk melakukan beragam penelitian
, publikasi penelitian dan pengembangan Ilmu Pengetaan, serta meningkatkan
karya tulis dikalangan mahasiswa, dosen dan peneliti. Terlebih ada dukungan
pemerintah untuk memperbanyak jurnal-jurnal yang telah ada dan mepercepat
penerbitan jurnal dengan pemberian subsidi untuk tiap penerbitan jurnal.
Akan tetapi
kebijakan ini dinilai kurang pas apabila pemerintanh kurang memperhitungkang
berapa jumlah jurnal ilmiah yang tersedia dan berapa jumlah calon sarjana
setiap tahunnya apakah sudah bisa menampung semua tulisan calon sarjana, selain
itu juga pemerintah diminta memberikan subsidi untuk penerbitan jurnal ilmiah,
pencetakan jurnal ilmiah dinilai relatif mahal, dan apabila ini terus
dipaksakan akan memunculkan penerbitan jurnal secara asal-asalan yang sekedar
memenuhi parsyaratan kelulusan mahasiswa, apabila ini terjadi maka filosofi di
balik penerbitan jurnal ilmiah sebagai media mempublikasi karya akademik ini
tidak tercapai, yang ada jurnal hanya menjadi media formalitas sebagai
persyaratan untuk bisa meluluskan sarjana, master dan doktor. Bahkan akan
bermunculan para joki dan biro jasa pembuatan karya tulis ilmiah, dan semangat
meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia yang berkaitan dengan peningkatan
kemampuan Sumber Daya manusia dalam hal tulis-menulis tidak tercapai.
Latar belakang
kenapa mahasiswa Indonesia kurang mahir dalam hal tulis-menulis karena iklim
pendidikan di negera ini masih menjadikan dosen sebagai centre of knowledge sehingga di kelas mahasiswa cenderung pasif, dan
seditnya minat mahasiswa untuk melakukan penelitian, selain itu apabila kita
melihat materi yang diberikan untuk pedoman penulisa suatu karya ilmiah (skripsi,desis,disertsi)
selalu diberikan di akhir-akhir kuliah dalam hal ini di semester-semester akhir
dan jumlah Sistem Kredit Semester (SKS) untuk mata kuliah ini hanya dua atau
tiga SKS saja. Dengan SKS yang relatif sedikit ini wajar apabila kemampuan
mahasiswa dalam memahami tata cara penulism karya tulis ilmiah masih kurang
baik. Dan sering kali salah bahkan belum bisa membuat kayta tulis ilmiah.
Selain itu bermunculannya biro jasa pembuatan Skripsi,Tesisi dan Disertasi
semakin menambah keterpurukan mahasiswa tidak bisa membuat suatu karya tulis
ilmiah.
Apabila
permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat terlaksanannya kebijakan
penerbitan karya tulis ilmiah bisa teratasi, terlebih sebelum kebijakan itu
diberlakukan baik yang bersifat teknis maupun non teknis dengan menyiapkan dan
meningkatkan Sumber Daya Manusianya, maka budaya tulis mahasiswa, dosen dan
peneliti akan semakain meningkat, sehingga mutu suatu lembaga pendidikan bisa
dilihat dari hasil karnya civitas akademik yang ada di dalamnya.
C.
PENUTUP
Suatu langkah dan kebijakan berani dan inovatif yang
dilakukan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Indonesia
terkait Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012, meskipun banyak Pro dan kontra, itulah
suatu kebijakan. Kebijakan ini akan berjalan dengan baik apabila Sumber Daya
Manusia yang berkaitan dengan kebijakan ini sudah disiapkan dengan baik, sarana
prasarana, teknis non teknis harus sudah bisa teratasi sebelum kebijakan ini
diberlakukan.
Apabila kebijakan ini sudah bisa diberlakukan dan
kesiapan mahasiswa dosen serta para peneliti benar-benar sudah siap maka sudah
dipastikan akan terjadi revolusi pendidikan di Indonesia, kultur dan budaya
tulis-menulis akan mulai mengakar di kalangan perguruan tinggi, sehingga
perkembangan ilmu pengetahuan dipastikan akan semakin cepat dan setiap kampus
akan semakin bersaing menerbitkan karya-karya yang berkualitas.
Respon yang positif dan dukungan dari setiap pelaku
pendidikan sangat diperlukan untuk Indonesia lebih baik dengan terus berkarya dan
meningkatkan kualitas pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Koran Harian Republika
Koran Harian Kedaulatan Rakyat
Koran Harian KOMPAS
http://hafismuaddab.wordpress.com/2011/03/24/pengertian-karya-tulis-ilmiah/
Surat
Edaran Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementrian
Pendidikan Nasional 27 Januari 2012
Nomor
152/E/T/2012
[1] Surat Edaran Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementrian Pendidikan Nasional Nomor
152/E/T/2012 27 Januari 2012
[2]
http://hafismuaddab.wordpress.com/2011/03/24/pengertian-karya-tulis-ilmiah/
diunduh 26 februari 2012 pukul 06:10 wib.
[3] Ibid
[4] ibid
[5] http://www.ditpertais.net/regulasi/jurnal/jur3.asp
[6] Ibid
[7]
Ibid
[8] http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/07/13253694/Bagaimana.Cara.Mengakreditasi.Jurnal.Ilmiah
[9] Surat Edaran Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementrian Pendidikan Nasional Nomor
152/E/T/2012 27 Januari 2012
[10] Koran
Kedaulatan Rakyat, kamis 16 februari
2012 hal.13
[11]
Koran Republika,Senin 20 februari 2012 hal.21
[12] http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=140882&actmenu=39
[13] http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/14/16253040/Rektor.Unas.Jurnal.Ilmiah.Baik.Tapi
[14] http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/12/02/18/lzl7n8-m-nuh-tak-ada-sanksi-bagi-universitas-yang-tolak-jurnal
[15]
Koran Kedaulatan Rakyat, jumat 17 Februari 2012 hal.8
[16]
Ibid
[17]
Koran Republika, Senin 13 Februari 2012 hal.11
[18]
Koran Republika, kamis 23 februari 2012 hal.28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar